Sunday, October 30, 2016
Timor-Telecom: antara Pembohongan/Pembodohan publik dan kepentingan pembangunan Bangsa
Kehadiran Timor Telecom (TT) di tahun 2003 pada awalnya disambut dengan penuh kebanggaan oleh masyarakat Timor-Leste (TL). Pada waktu itu, banyak pihak melihat kehadiran ini sebagai salah satu usaha dari Pemerintah RDTL untuk mengkonsolidasi kemerdekaan dan kedaulatan TL. Meskipun banyak dari pengguna layanan Telstra (perusahaan telekomunikasi Australia terbesar) yang telah sangat menikmati free Call 15 Minutes sepanjang malam, namun saat itu semua sangat berharap bahwa layanan TT tidak akan jauh berbeda dari Telstra. Paling tidak TT adalah milik bangsa TL! Namun harapan tinggallah menjadi harapan belaka! Mimpi indah akan adanya perusahaan nasional TL ternyata BERUBAH menjadi MIMPI BURUK yang sangat MENGERIKAN. TT bukan hanya milik Portugal Telecom, tetapi juga jauh lebih mahal, dan justru sangat buruk layanannya! Semua karena TT telah diberikan hak istimewa untuk memonopoli semua layanan telekomunikasi. Terlebih lagi, ternyata TT memanfaatkan hak monopoli tersebut dengan hanya memfokuskan layanannya bagi pihak-pihak yang berduit saja terutama Kedutaan-kedutaan Besar, United Nations dan staffnya internasionalnya, Ministerio-ministerio governo, NGO Internasional serta lembaga asing lainnya. Rakyat kecil, NGO nasional yang miskin, usaha-usaha kecil lainnya tinggal jadi orang pinggiran alias penonton karena tarif dari TT jauh lebih tinggi dari rata-rata gaji orang Timor yang tidak lebih dari US$ 200/bulan!!! Tujuan utama sektor Telekomunikasi yang seharusnya menjadi sektor pendukung utama pembangunan nasional, akhirnya direduksi menjadi kegiatan ekonomi semata untuk mendulang untung sebesar-besarnya layaknya kekayaan Minyak dan Gas TL di Timor Sea (Timor Gap) yang hanya dinikmati oleh perusahaan minyak internasional dan Australia. TT tidak lebih merupakan wujud dari ketamakan perusahaan asing dalam mengambil untung sebesar-besarnya dari rakyat TL yang nota-bene sudah sangat miskin. Maubere dan Buibere adalah objek penderita utama dan sekaligus hanyalah pelengkap sandiwara. Menjawab berbagai kritikan dari publik maupun pemerintah TT juga tidak segan-segan bertingkah AROGAN. Menaggapi keinginan Pemerintah Perdana Menteri Xanana Gusmao untuk menghentikan praktek MONOPOLI TT , dalam banyak kesempatan Direktur Utama TT Sr. Brandao mengajukan interpretasi penuh arogan bahwa kontrak Konsesi yang telah ditanda-tangani adalah antara TT dengan Negara Timor-Leste dan bukanlah dengan Pemerintah Timor-Leste. Implikasi dari Interpretasi arogan dan keliru ini adalah menempatkan Pemerintah Konstitusional IV RDTL pimpinan Perdana Menteri Xanana Gusmao (dan AMP) menjadi entitas yang tidak berarti karena TT telah menempatkan diri diatas pemerintah dan parlamen TL! Sayang sekali, Parlamen dan Pemerintah tidak melakukan reaksi apapun terhadap sikap arogan ini, meskipun jelas sekali bahwa TT sudah melecehkan Pemerintah dan Parlamen serta berusaha untuk membohongi dan membodohi rakyat TL dengan interpretasi seperti itu. Kecongkakan TT semakin menjadi-jadi karena tidak berdayanya institusi pengawas sektor Telekomunikasi yaitu ARCOM (Autoridade Reguladora das Communicações) dalam mengontrol TT untuk mentaati kontrak konsesi yang ada. ARCOM yang seharusnya merupakan lembaga Independen (menurut Decreto Lei No 12/2003) saat ini beroperasi hanya sebagai sub-departemen pemerintah. Akibatnya lembaga ini menjadi sangat tidak berwibawa dan dengan demikian pada banyak kesempatan tidak dihormati TT. Penguatan ARCOM sangat perlu untuk menjadikan lembaga ini kredibel sehingga memberikan harapan pada usaha perbaikan sektor telekomunikasi ini. Tidak banyak orang yang tahu bahwa Kontrak Konsesi (MONOPOLI) dengan Timor Telecom selama 15 tahun sebenarnya dapat diperpanjang selama 10 tahun lagi! (Lihat Pasal 6 ayat 2 perjanjian kontrak konsesi tersebut). Artinya, jika kondisi saat ini terus berlangsung, maka besar kemungkinan bahwa TL sebagai bangsa akan terus menjalani kondisi ini untuk 20 tahun kedepan sampai tahun 2028, yaitu satu generasi lagi! Telekomunikasi adalah sektor strategis yang berfungsi untuk mendukung pembangunan di semua sektor kehidupan bangsa. Pendidikan, kesehatan, pertanian, bisnis dan perdagangan, pertahanan dan keamanan sampai pada birokrasi semuanya membutuhkan sektor telekomunikasi untuk dapat berfungsi dengan baik. Namun sektor strategis ini sekarang sedang dalam kondisi salah urus dan malah menjadi penghambat pembangunan nasional karena sangat membebani anggaran pengeluaran semua institusi dan individu di Timor-Leste. Tanpa memperbaiki keadaan ini, jangan pernah berharap untuk membangun bangsa dan negara Timor-Leste ke depan terutama untuk memberantas kemiskinan di negara ini. Satu-satunya tindakan yang harus dilakukan adalah merubah kontrak konsesi dengan Timor Telecom. Pemerintah RDTL berhak untuk melakukan review terhadap kontrak setiap 5 tahun yang sudah seharusnya dilakukan sejak bulan Maret 2008 yang lalu karena TT telah beroperasi sejak tahun 2003 yang lalu. Apalagi TT telah melakukan pelanggaran terhadap banyak Pasal dalam perjanjian konsesi tersebut diantaranya kewajiban Universal Service dan terutama Pasal 25 yang mengharuskan TT untuk tetap mampu melayani meskipun dalam keadaan krisis atau perang (Kita masih ingat mengenai keputusan penerjunan FDTL ke Dili pada krisis April 2006 lalu, Perdana Menteri pada waktu itu Sr. Marie Alkatiri memberikan kesaksian bahwa Beliau tidak sempat mengadakan konsultasi dengan Presiden Xanana Gusmao mengenai hal penerjunan F-FDTL karena SALURAN TELEPON MACET TOTAL). Bukan hanya dalam banyak krisis jaringan TT tidak mampu beroperasi, bahkan dalam kondisi normalpun kita sering sekali mengalami kenyataan NETWORK BUSY dari TT, alias TT tidak mampu memberikan pelayanan yang layak kepada konsumen yang telah membayar mahal. Pemerintah RDTL tidak perlu ragu-ragu untuk mengambil tindakan tegas menghadapi TT karena hal ini menyangkut kepentingan pembangunan bangsa dan negara. Suatu kepentingan yang terlalu besar untuk dipertaruhkan apalagi tersandera oleh pihak swasta yang serakah seperti TT.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment