Sunday, October 30, 2016
Listrik: Antara Pengelolaan Teknis dan Struktur Pemerintah
Ada kisah lucu terjadi awal minggu lalu ketika saya mencoba membeli pulsa listrik di Kantor Sekretaris Negara Urusan Listrik dan Air di Caicoli. Ketika saya menjulurkan Dollar untuk membeli, penjaga loket Pulsa listrik tersebut hanya menggeleng sambil menjawab: Pulsa labele fa’an, tanba listrik mate! Ha...ha…ha… Jika kantor pemerintah yang mengurus urusan listrik saja masih mengalami padam listrik, maka sesuatu yang serius sedang terjadi di negeri ini. Akan merupakan pengulangan jika dalam artikel ini kita masih berdebat tentang pentingnya koneksi listrik untuk masyarakat umum, bisnis dan penyelenggaraan administrasi negara maupun institusi non-pemerintah lainnya. Karena itu, lebih baik untuk kali ini, kita berdiskusi tentang apa yang sebenarnya terjadi sehingga meskipun AMP telah berkuasa hampir 9 bulan lamanya, persoalan listrik masih belum memperlihatkan tanda-tanda membaik. Pertama sekali, kita semua harus jujur bahwa masih buruknya pelayanan listrik di Timor-Leste tentu bukanlah keadaan yang diinginkan oleh pemerintah AMP. Harus juga kita akui usaha-usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah, meskipun belum menunjukkan hasil yang memadai, karena mengurus listrik di negara muda ini memang masih merupakan urusan kompleks, karena beberapa hal, antara lain: banyak konsumen listrik yang melakukan sambungan ilegal, kondisi keamanan yang belum benar-benar stabil, penegakan hukum yang masih sangat lemah, dll.ditambah kenyataan bahwa konsentrasi negara saat ini masih seputar masalah keamanan dan ketertiban. Namun ada pertanyaan yang layak diajukan: mengapa pelayanan listrik masih buruk? Suatu kondisi yang sangat merugikan citra pemerintah AMP. Setidaknya ada 2 alasan fundamental yang setidaknya memberi kontribusi bagi kondisi buruk pelayanan listrik ini, antara lain: Pengelolaan Teknis Managemen teknis pengelolaan Pembangkit listrik menurut saya merupakan penyebab utama terjeratnya sektor listrik Timor-Leste kedalam lingkaran-setan: terus-menerus mengalami masalah selama hampir 9 tahun sejak akhir tahun 1999. Persoalan yang terjadi sebenarnya hanya berpusat pada Generator pembangkit listrik dan hanya se-sekali menyangkut jalur distribusi listrik. Jadi pengelolaan pembangkit listrik merupakan titik yang paling penting untuk menyelesaikan persoalan yang ada. Kita tahu bahwa semua orang memiliki batas masa kerja efektif. Suatu masa dimana seseorang dapat melakukan fungsi sehari-hari dengan baik, tanpa gangguan berarti. Begitu melewati masa kerja efektif, kinerja akan terus menurun hingga mencapai masa pensiun. Hal yang sama terjadi pada Mesin generator. Tiap mesin memiliki masa kerja efektif yang terbatas. Jika mesin-mesin tersebut dipaksa bekerja sepanjang hari, sepanjang tahun, maka hanya menunggu waktu mesin tersebut akan rusak. Hal inilah yang terjadi di Timor-Leste. Setidaknya terdapat beberapa solusi untuk kondisi ini. Pertama, perlu dilakukan mekanisme penjadualan kerja pada mesin-mesin generator yang ada. Mekanisme penjadualan ini perlu untuk menciptakan kondisi dimana tercapai kesimbangan antara beban kerja mesin dengan waktu istirahat untuk perawatan, dengan katak lain: yang hendak dicapai adalah titik optimum kerja dari mesin, dan bukan titik kerja maksimum seperti yang saat ini terjadi. Solusi kedua adalah membuat jalur distribusi berdasarkan klasifikasi konsumen. Perlu dibangun jalur distribusi berdasarkan jenis konsumen (dedicated line of distribution). Setidaknya ada beberapa klasifikasi: Rumah sakit, kantor-kantor dan sekolah, restoran dan bar atau hotel, dan pemukiman masyarakat. Dengan memiliki jalur distribusi yang berbeda untuk tiap jenis konsumen, akan sangat memudahkan pemerintah untuk melakukan pelayanan terutama jika harus melakukan pemadaman bergilir karena kapasitas yang terbatas. Kantor-kantor dan sekolah hanya aktif hingga jam 5 sore, sedangkan hotel dan restoran membutuhkan pasokan sepanjang hari. Lain halnya dengan bar, mereka hanya membutuhkan pasokan listrik malam hingga dini hari. Sedangkan pemukiman umum sangat membutuhkan pasokan listrik pada malam hari (untuk alasan keamanan, belajar, dll.). Sederhananya: ada 3 kelompok besar konsumen listrik di Dili. Pertama adalah konsumen yang membutuhkan listrik menyala pada siang hari (kantor-kantor dan sekolah), kedua adalah konsumen yang sangat membutuhkan listrik pada malam hari (pemukiman umum, bisnis kecil dan bar/restoran). Terakhir adalah konsumen yang sangat membutuhkan suplai listrik sepanjang hari (Misalnya Rumah sakit, kantor polisi, dll.) Struktur Pemerintah yang kurang efisien Mungkin kesimpulan di atas terlalu dini, namun sebenarnya ada alasan yang mendukung. Pertama, keputusan Perdana Menteri Xanana Gusmao untuk membentuk Departemen Infrastruktur meskipun dengan tujuan baik untuk menyederhanakan birokrasi, ternyata dalam implementasinya menjadi tidak menguntungkan. Penyelenggaraan administrasi semakin menjadi berat dan lamban. Ini terjadi karena terlalu banyak sektor yang digabungkan dalam satu departemen saja. Bayangkan, dibawah Departemen Infrastruktur terdapat sektor-sektor seperti Telekomunikasi, Radio, IT, Transportasi Darat, Laut, Udara, Listrik, Air dan Sanitasi, Jalan Raya dan Jembatan, bangunan, dan masih banyak lagi. Adalah urusan yang super kompleks untuk membuat perencanaan, implementasi dan koordinasi semua sektor tersebut, terlebih lagi ketika kebanyakan keputusan akhir untuk semua sektor tersebut berada di tangan satu orang yaitu sang Menteri. Lebih tidak menguntungkan lagi bahwa sang Menteri ternyata berasal dari salah satu sektor, yang dalam praktek memunculkan kondisi satu-dua sektor menjadi ”anak-emas” dan memperoleh perhatian lebih (karena sang Menteri menguasai betul sektor-sektor tersebut), sementara sektor lainnya setengah mati berjuang hanya untuk memperoleh perhatian. Jalan keluar dari kondisi ini mungkin dengan membagi Departemen ini menjadi paling tidak 2 Departemen. Satu Departemen akan mengurus Infrastruktur yang tidak berhubungan dengan teknologi modern (Departemen Infrastruktur) dan Departemen yang satunya mengurus sektor yang berhubungan dengan teknologi modern (Informasi, Komunikasi dan Teknologi). Sementara Sekretaris Negara urusan Listrik, Sekretaris Negara urusan Kebijakan Energi serta Sekretaris negara urusan Sumber Daya Mineral sebenarnya dapat digabungkan dalam satu Departemen yaitu Departemen Energy dan Sumber Daya Mineral. Hal ini untuk menghindari terulangnya kebijakan ”Satu Timor dua sistem”. Hal ini terjadi akhir tahun lalu, ketika Dewan Menteri menyetujui untuk mengadopsi Protokol Kyoto; Suatu langkah berani yang memberi pesan jelas bahwa pemerintah AMP serius mengurus masalah lingkungan hidup di negeri ini. Sayang sekali, pada saat yang hampir bersamaan, pemerintah lewat Sekretaris Negara urusan Kebijakan Energi menandatagani suatu MoU yang pada akhirnya bertujuan membangun suatu pembangkit listrik tenaga Batu-bara di Dili. Pembangunan pembangkit listrik tenaga Batu-bara menurut saya hanya akan merugikan negara dan rakyat Timor-Leste. Pertama, Timor-Leste yang tidak memiliki Batu-bara akan sepenuhnya bergantung pada pasokan dari Indonesia, yang menjadikan ketergantungan ekonomi Timor-Leste pada Indonesia semakin bertambah besar. Kedua, bahan bakar Batu-bara sifat polusinya sangat tinggi. Bukan saja pembakaran Batu-bara pada pembangkit yang menghasilkan polusi besar, tetapi semua kegiatan transportasi Batu-bara dari Indonesia ke Timor-Leste, penyimpanannya dst, akan membutuhkan kegiatan transportasi yang besar yang juga menghasilkan polusi tersendiri dalam jumlah besar. Semua ini bertentangan dengan semangat Protokol Kyoto yang telah di setujui oleh Dewan Menteri. Solusi terbaik sebenarnya memanfaatkan kombinasi sumber energi yang sangat berlimpah di Timor-Leste yaitu energi matahari, air, angin, dll. Kita semua ingin memberikan kesempatan kepada pemerintah AMP untuk bekerja, namun ketika setelah hampir 1 tahun lamanya kesempatan itu diberikan masih juga ”jalan di tempat”, mungkin sudah saatnya bagi Perdana Menteri Xanana Gusmao untuk mempertimbangkan kembali formasi kabinet yang tepat untuk menyelesaikan semua persoalan yang ada.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment